TOP 1 Oli sintetik mobil-motor Indonesia |

Chef of The Year 2012 digelar di STP Bandung - ANTARA” plus 1 info menarik lainnya

Senin, 02 April 2012

Chef of The Year 2012 digelar di STP Bandung - ANTARA” plus 1 info menarik lainnya


Chef of The Year 2012 digelar di STP Bandung - ANTARA

Posted: 02 Apr 2012 09:01 AM PDT

Bandung (ANTARA News) - Kompetisi koki yang saat ini sedang digandrungi atau menjadi trend di berbagai saluran televisi asing mulai menjalar ke Indonesia.

Kompetisi koki Indonesia yang berlabel "Chef of The Year" 2012 diselenggarakan di empat kota besar yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Denpasar selama Maret-April 2012 oleh Unilever Food Solutions bekerja sama dengan berbagai sekolah tinggi pariwisata dan asosiasi koki Indonesia.

Babak semifinal tahap kedua yang diikuti 20 kontestan, kompetisi koki nasional diselenggarakan di Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung, Senin.

Para peserta terbagi atas dua kategori, yaitu 10 peserta untuk kategori senior yang telah berpengalaman selama lima tahun atau lebih dan kategori junior untuk peserta yang pengalamannya kurang dari lima tahun.

Peserta untuk kategori junior juga terbuka bagi para mahasiswa sekolah tinggi pariwisata.

Feranti Susilowati dari Unilever Food Solutions mengatakan ajang koki terbaik itu dimaksudkan untuk menumbuhkan kreativitas para koki dalam menciptakan resep masakan yang inovatif.

"Konsep dari kegiatan ini adalah `The Secret Ingredient is You!` yang berarti untuk menciptakan suata maha karya kuliner, seorang kokilah yang bisa menentukan `bahan rahasia` yang akan digunakan," tutur Feranti.

Kriteria penilaian meliputi porsi yang tepat, penyajian, serta cita rasa yang menempati porsi penilaian tertinggi dengan dewan juri yang datang dari berbagai kalangan, yaitu dari STP Bandung, Unilever Food Solution, serta asosiasi koki Indonesia.

Kompetisi digelar di dapur kampus STP Bandung dan ditayangkan secara langsung melalui layar lebar bagi penonton yang berkumpul di area restoran kampus. Setiap peserta secara bergantian diberikan waktu untuk memasak resep andalan mereka dan kemudian menyajikannya kepada dewan juri.

Dua peserta yang terpilih sebagai pemenang untuk masing-masing kategori akan majuk ke babak final yang digelar di Jakarta.
(T.D013/A011)

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters recommends: Donate to Wikileaks.

40 Jam di Pulau Weh - KOMPAS.com

Posted: 01 Apr 2012 09:49 PM PDT

KOMPAS.com - Zaman dahulu, Pulau Weh, Kota Sabang, dikenal sebagai tempat transitnya jamaah haji yang ingin menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Hal tersebut lah yang menjadi asal muasal Aceh dijuluki Serambi Mekah.

Suatu ketika, berkumpul lah 44 orang yang siap berangkat ke Tanah Suci menggunakan kapal kayu. Namun nahas, akibat diterjang ombak besar, kapal kayu tersebut pun terpecah dan penumpangnya tercerai berai ke pulau-pulau yang ada di sekitar Pulau Weh.  Oleh sebab itu, tiap daerah di Sabang memiliki nama sesuai nama jamaah haji yang terdampar. Misalnya Pulau Rubiah, Pulau Klah, Perbukitan Sarung Keris dan lainnya.

"Tapi selama saya disini, saya tidak sampai menemukan 44-nya," ujar Safriadi, salah seorang penumpang kapal penyeberangan dari Banda Aceh ke Pulau Weh.

Itulah sedikit legenda rakyat dari Pulau Weh yang diceritakan oleh Safriadi, salah seorang masyarakat Pulau terbarat Indonesia itu. Cerita itu seakan menjadi pengantar dalam penyeberangan Kompas.com dari Banda Aceh menuju Pulau Weh, saat mengikuti pelepasan tim "Jelajah Nusantara", ekpedisi menjelajahi Indonesia yang diadakan oleh Adira Finance, Selasa (27/3/2012).

Semakin membuat penasaran saja bagaimana sisi lain dari pulau seluas 60 km persegi tersebut. Pukul 16.00 WIB, kapal cepat dengan tiket Rp 65.000 per kepala mulai bersandar di Pelabuhan Balohan, Pulau Weh. Meski hanya dari pintu masuknya saja, cuaca yang cerah membuat keindahan pulau tersebut terlihat jelas. Laut yang biru dan bersih dengan perbukitan yang hijau lebat menjadi santapan kemana pun mata memandang.

Mie Kocok dan Kopi Susu Es

Perjalanan pun dimulai menggunakan mobil sewaan dari pelabuhan menuju Kota Sabang selama kurang lebih 30 menit. Sampai lah di sebuah rumah makan hampir mirip kedai bernama Pulau Baru. Menurut pelayan kedai, Mie Kocok serta Kopi Susu Es merupakan kuliner andalan kedai ini.

Benar saja, gurih dan pedasnya mie kocok bercampur segarnya olahan kopi Arabica yang dipadu dengan susu memulihkan kembali pikiran dan badan akibat lelahnya perjalanan. Saking enaknya, tak malu-malu untuk membuat satu gelas kopi susu lagi dan dimasukkan kedalam termos untuk bekal perjalanan.

Istirahat di Sabang Hills

Malam mulai tiba, setelah kenyang dengan resep masakan khas Tanah Rencong, perjalanan pun berlanjut untuk melepas lelah dan membersihkan tubuh di sebuah hotel bernama Sabang Hills. Hotel yang terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda, Kebun Merica, Kota Sabang, Aceh ini mungkin bisa jadi pilihan tepat bagi anda karena lokasinya hanya 30 menit dari pelabuhan dan memiliki pemandangan bagus karena terletak di atas bukit.

Fasilitas yang disediakan pun lebih dari cukup, mulai dari perlengkapan mandi, air panas, televisi, AC, ruang karaoke, akses internet gratis, penampilan musik setiap malam minggu dan sebagainya. Sebenarnya, karaoke menjadi pilihan menarik malam itu, namun sayang empuknya kasur hotel menggagalkan niat bercanda ria dengan kawan seperjalanan.

Titik Nol Kilometer

Pukul 08.00 WIB pagi, mobil mulai menyusuri aspal mulus selama 45 menit ke tempat wisata selanjutnya, Titik Nol Kilometer. Jangan lupa untuk menyediakan setidaknya satu sisir pisang, karena dalam perjalanan, Anda pasti bertemu dengan kera liar yang menghuni hutan lindung sekitar. Tapi, disarankan tetap menjaga jarak untuk menghindari hal yang tak diinginkan.

Sampailah di Titik Nol Kilometer. Menara setinggi 20 meter tersebut berwarna krem dan merah muda dengan lambang Garuda di puncaknya. Sebuah batu berpahat lokasi geografis Indonesia dimulai dari titik itu pun diletakkan di tengah menara. Jangan lupa untuk mengabadikan sejenak pada momen bersejarah itu.

Setiap pengunjung, akan diberikan sebuah kenang-kenangan berupa sertifikat sebagai bukti bahwa Anda pernah berada di titik paling barat dari Indonesia tercinta oleh pemerintah setempat. Kompas.com, tercatat sebagai pengunjung ke 52.380 yang berada di tempat tersebut.

Berteduh di Pantai Sumur Tiga

Cuaca yang terik membuat fisik cepat lelah. Menurut penduduk, cuaca di Aceh memang mengikuti siklus cuaca tiap tahunnya, jadi bulan-bulan belakangan, Pulau Weh memang panas. Namun sinar matahari yang menyengat tidak menyurutkan niat untuk mengeksplorasi kekayaan alam Tanah Rencong tersebut.

Setelah 45 menit perjalanan dari Titik Nol Kilometer, sampailah di sebuah restoran di Pantai Sumur Tiga. Ikan kerapu yang disajikan dengan kuah menjadi obat perut yang sudah keroncongan. Benar kata orang bahwa surga dunia itu tercipta saat kita makan dengan duduk santai sambil menikmati deburan ombak pantai dan pasir putihnya, lengkap sudah.

Diving di Pantai Gapang

Setelah perut terisi, aktivitas menantang seperti diving pun layak untuk dicoba. Lika-liku aspal selama 30 menit pun membawa kami ke sebuah pantai indah bernama Gapang. Disana, banyak rumah yang menyediakan perlengkapan diving bagi pengunjung. Untuk sekali menyelam, pengunjung dikenakan tarif sebesar Rp 400.000 lengkap dengan instruktur.

Bagi Anda penyelam pemula, harus mendapatkan teori dasar tentang fungsi perlengkapan menyelam selama kurang lebih 20 menit oleh sang instruktur atau yang lebih dikenal buddy. Setelah paham, mulailah untuk bersiap-siap melakukan latihan dasar menyelam dengan kedalaman sekitar 2 meter.

Setelah terbiasa bernapas menggunakan mulut di bawah air, buddy pun mengajak untuk turun lebih dalam melihat eksotismenya alam bawah laut Sabang. Memang menakjubkan, pengalaman yang tak akan bisa dilupakan melihat indahnya terumbu karang berwarna-warni dan liukan ikan-ikan kecil di sekitarnya.

Persediaan oksigen di tabung yang telah menipis membuat buddy menginstruksikan untuk beranjak ke permukaan. Senja mulai datang ke peraduannya. Segelas kopi hangat menjadi sahabat sejati sambil menikmati terbenamnya matahari sambil bersih-bersih badan dan siap melanjutkan lagi perjalanan di kota kecil nan menakjubkan ini.

Malam Terakhir di Pulau Weh

Tak terasa, esok pagi sudah harus beranjak dari pulau ini. Untuk menikmati malam terakhir di Pulau Weh, menyantap makan malam di Boat Restoran pun jadi pilihan. Restoran terapung pinggir laut yang berada di Jalan Perdagangan, Dermaga Sabang itu menyediakan bermacam-macam makanan berbahan dasar seafood dengan harga terjangkau.

Canda tawa, tukar pengalaman dengan kawan seperjalanan membuat malam semakin tak terasa, waktu pun menunjukkan pukul 22.00 WIB. Saatnya kembali ke hotel untuk berkemas dan istirahat.

Pukul 07.15 WIB pagi, kapal telah bersandar di pelabuhan. Penumpang tampak mempersiapkan barang bawaan mereka masing-masing. Pukul 08.00 tepat mesin perahu menderu, perlahan-lahan meninggalkan pulau eksotis tersebut menuju Banda Aceh. Tidak cukup rasanya hanya 40 jam di Pulau Weh, semoga suatu saat bisa kembali lagi.

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters recommends: Donate to Wikileaks.

Diposting oleh Rakhma di 15.40  

0 komentar:

Posting Komentar