TOP 1 Oli sintetik mobil-motor Indonesia |

Santapan lezat ala Kampung Laweyan - Solopos” plus 1 info menarik lainnya

Senin, 10 Oktober 2011

Santapan lezat ala Kampung Laweyan - Solopos” plus 1 info menarik lainnya


Santapan lezat ala Kampung Laweyan - Solopos

Posted: 09 Oct 2011 09:29 PM PDT

Ledre pisang (JIBI/SOLOPOS/Dina Ananti Sawitri S)

Kampung Laweyan ternyata tak cuma asyik dijelajahi untuk berbelanja batik. Di kampung yang penuh bangunan kuno ini kita juga bisa memanjakan diri dengan berbagai hidangan lezat. Ada sejumlah makanan khas di kampung ini seperti ledre pisang, apem dudy atau masakan Jawa berupa garang asem. Rasa unik dari makanan ini pasti akan membuat Anda ketagihan untuk kembali mencicipinya.

Nah, pertama-tama mari kita sambangi dulu tempat yang menjual ledre pisang. Tempatnya memang terselip dalam gang sempit, namun kalau bingung Anda cukup menanyakan nama makanan ini kepada warga kampung, mereka akan menunjukkan lokasi warung yang menyediakan sajian tersebut. Berada di RT 2/RW II, Setono, Laweyan, warung ledre pisang ini milik Sri Martini.

Ledre pisang terbuat dari adonan ketan yang dipipihkan dan digoreng tanpa minyak hingga agak gosong dan kecoklatan. Setelah matang adonan ditekuk menjadi dua bagian. Sri Martini yang kerap disapa Tini mengungkapkan makanan ini memang bukan khas Solo. Lantaran dirinya memopulerkan ledre pisang sejak 1984 di kawasan Laweyan, kini makanan ini pun jadi ciri khas untuk oleh-oleh. Konon Tini memperoleh resep masakan ini dari kawannya yang berasal dari daerah Ambarawa.
"Saya sedia ledre pisang 24 jam, kapan ada pesanan, saya siap melayani," ungkapnya.

Berbeda dengan resep yang diberikan kawannya tersebut, Tini lantas memodifikasi agar makanan ini lebih nikmat disantap. Tini membuat sajian ketan nan legit dicampur kelapa muda yang diparut lembut. Untuk melengkapi rasa gurih dan manis, Tini menambahkan pisang raja yang sebelumnya telah dilumatkan di tengah-tengah adonan. Tini mengungkapkan zaman dulu, adonan ledre itu dibikin dari ketan yang dikukus setengah matang. Tapi setelah dia menjajal resep kuno itu, ternyata tak banyak orang yang menyukainya. Kemudian, Tini memilih membikin ketan yang pulen dan empuk sebagai adonan. "Ledre ini ada aroma sangit, rasa gurih dan manis saat digigit," jelas dia.

Apem Dudy (JIBI/SOLOPOS/Dina Ananti Sawitri S)

Hidangan khas Laweyan lainnya yang layak dicicipi adalah apem dudy. Tak seperti apem biasa, makanan ini diisi dengan aneka topping dan isi. Contohnya rasa keju, cokelat dan kacang mete. Menurut pegawai Warung Apem Dudy, tak hanya topping-nya yang terdapat aneka rasa, di dalam apem tersebut juga ada taburan meses ataupun keju. "Makanan ini fresh setiap hari, kami tidak menggunakan bahan pengawet," jelas dia.

Dina Ananti Sawitri Setyani

Dalam Kuliner | Tags ,, , , , , , , ,

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters featured article: A 'Malign Intellectual Subculture' - George Monbiot Smears Chomsky, Herman, Peterson, Pilger And Media Lens.

Agar Masakan Nusantara Mendunia - Vivanews

Posted: 21 Sep 2011 08:46 PM PDT

rendang kambing (inmagine)

VIVAnews - Kita boleh bangga mendengar penobatan rendang dan nasi goreng sebagai makanan terlezat di dunia versi CNN. Namun, jangan terlena. Momentum ini harus menjadi senjata untuk memopulerkan ragam masakan nusantara lainnya.

Rendang dan nasi goreng hanya bagian dari kekayaan kuliner nusantara yang melimpah. "Menyenangkan mendengar rendang menjadi makanan yang paling disukai, tapi makanan dari daerah lain bagaimana?" ujar pakar budaya Prof Dr Edi Sedyawati usai seminar 'Mencermati Kuliner Nusantara sebagai Cerminan Kekayaan Budaya Bangsa' di Universitas Indonesia.

Menurutnya, masyarakat Indonesia harus semakin gencar mengadakan acara-acara kuliner seperti festival atau bazar makanan Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri.

Tak hanya itu, kajian-kajian terkait kuliner, pengembangan bisnis di bidang boga, inovasi resep, usaha-usaha yang sinergis dari berbagai pihak, serta membudayakan masakan nusantara harus dilakukan untuk dapat bertahan di tengah 'gempuran' kuliner asing.

Mungkin tidak semua masyarakat Indonesia mengetahui seluruh masakan nusantara. Bahkan ada saja orang yang hanya mengetahui makanan-makanan ikonik dari kota-kota besar di Indonesia. Karena itulah, kajian-kajian dan identifikasi terkait kuliner di seluruh Indonesia penting dilakukan.

"Masakan Indonesia itu kaya, satu masakan saja bisa terdapat beberapa jenis berbeda di daerah lain. Karena itulah perlu adanya identifikasi dan klasifikasi makanan Indonesia. Ini penting untuk mempromosikannya," paparnya.

Selain sebagai langkah mempromosikan kuliner Indonesia, hal tersebut juga dinilai sebagai langkah awal untuk membudayakan masakan tradisional Indonesia. Di tengah gempuran restoran asing, semakin banyak anak muda Indonesia melupakan masakan tradisional Indonesia.

"Karena itu penting untuk mendidik dan memperkenalkan anak kita akan masakan Indonesia. Jangan sampai mereka tidak suka atau tidak tahu karena terlalu sering mengonsumsi masakan-masakan asing," ia menambahkan.

Namun sayang, kerumitan dalam memasak resep-resep masakan Indonesia menghalangi anak muda untuk belajar memasaknya. Mereka justru lebih senang memasak resep-resep praktis yang tidak menggunakan banyak bumbu.

Untuk mengatasi masalah ini, Edi Sedyawati mengatakan bahwa inovasi dalam resep makanan penting untuk dilakukan. Misalnya, dengan mengemas bumbu-bumbu agar mudah untuk diolah. "Mungkin nanti bumbu rendang bisa dibuat secara instan. Lalu dicampurkan ke dalam daging dengan porsi air tertentu. jadi dibuat sepraktis mungkin," ujarnya.

Tak hanya itu inovasi dalam penggunaan bahan makanan juga sama pentingnya. Melihat fakta bahwa semakin banyaknya bahan pangan impor yang masuk, memojokkan produk pangan Indonesia. Bahkan kampanye penggunaan produk pangan impor semakin gencar dilakukan.

"Lidah kita sekarang terjajah. Mereka berusaha mencapai lidah kita dengan menciptakan rasa-rasa yang familiar. Ini kapitalisme dalam makanan," ujar sejarawan JJ Rizal, ditemui dalam kesempatan yang sama.

Itu merujuk pada popularitas produk-produk yang tidak diproduksi di tanah air. Semakin banyak produk pangan impor yang menggantikan produk pangan dalam negeri sebagai bahan dasar pembuatan masakan tradisional. "Kenapa tidak menggantinya dengan singkong, ubi jalar, atau produk-produk lain yang dapat diproduksi di Indonesia," Edi Sedyawati menambahkan.

Menurutnya, harus ada gerakan sinergis yang dilakukan antara pemerintah, pembisnis, dan petani. Memang standar mutu produk pangan Indonesia masih menjadi penghalang. Tetapi, mempromosikan resep Indonesia yang menggunakan produk pangan dalam negeri bisa menjadi pilihan pintar untuk semakin mendorong mutu pangan.

Dan, ini menjadi tugas bangsa Indonesia selanjutnya. Selain mempromosikan seluruh kuliner, tetapi juga mempromosikan produk pangan Indonesia. (eh)

• VIVAnews

Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

' ); $.ajax({ type: "POST", url: "/comment/load/", data: "valIndex=" + a + "&articleId=" + b + "&defaultValue=" + c, success: function(msg){ $("#loadkomen").html(msg); //$(".balasan").hide(); } }) }

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters featured article: A 'Malign Intellectual Subculture' - George Monbiot Smears Chomsky, Herman, Peterson, Pilger And Media Lens.

Diposting oleh Rakhma di 16.25  

0 komentar:

Posting Komentar