TOP 1 Oli sintetik mobil-motor Indonesia |

Aiko: Saya Senang Dibilang Chef Seksi - Vivanews” plus 2 info menarik lainnya

Minggu, 25 September 2011

Aiko: Saya Senang Dibilang Chef Seksi - Vivanews” plus 2 info menarik lainnya


Aiko: Saya Senang Dibilang Chef Seksi - Vivanews

Posted: 23 Sep 2011 04:22 PM PDT

[unable to retrieve full-text content]


Aiko: Saya Senang Dibilang Chef Seksi
Vivanews
Kesan seksi dan cantik menjadi daya pikat bagi para fans untuk terus mengikuti setiap resep masakan yang disajikannya di salah satu stasiun televisi swasta. "Aku masih mengisi acara di Dapur Cantik. Banyak yang bilang aku cantik dan seksi lewat twitter ...

dan lainnya »

Farah Quinn: I Like Manado Foods - Tribunnews

Posted: 25 Sep 2011 12:28 PM PDT

TRIBUNNEWS.COM - WAJAH Farah Quinn langsung terlihat sumringah saat bercerita soal makanan-makanan khas Sulawesi Utara. Ternyata wanita kelahiran  8 April 1980 itu sangat menyukai hampir semua makanan khas dari Sulut yang pernah ia cicipi. Ia mengaku sangat terkesan dengan cita rasa menu-menu yang ada di Manado. "I Like Manado Foods. Makanan Manado sangat enak, its my favorite," ujar wanita bernama lengkap Farah Farhanah Quinn itu saat mengunjungi Kantor Tribun Manado, Minggu  (25/9).

Ia juga menyinggung soal sambal dabu-dabu. Menurutnya rasa sambal mentah dan berminyak itu sangat unik dan memiliki rasa yang khas. Apalagi ia mengaku suka makanan yang dimasak cepat.  "Sambal dabu-dabu sangat enak, I like it!" ujar Farah Quinn.

Chef  kelahiran Bandung itu mengaku, kedatangannya ke Manado bukan yang pertama.Ia sebelumnya pernah beberapa kali mendatango Kota Tinutuan ini. Setiap kali datang, ia selalu 'wajib' mencicipi   kue-kue yang ada di Manado, khususnya Klappertart. "Kue-kuenya enak. Klappertart-nya wuihh yummy. Saya sangat suka sekali kue Klappertart. Nanti tolong antar saya ke bakery ya," ujarnya kepada dua orang rekannya yang mendampingi.

Selain kuliner, wanita yang pernah menimba ilmu di Pittsburgh Culinary Institute ini ternyata sangat menyukai budaya serta panorama di Sulut. Menurut pengamatannya, di Sulut ini ada berbagai macam budaya. "Campur-campur ya budayanya di sini. Ada sedikit budaya Filipina, Portugis, dan juga Belanda," ucapnya.

Meski menyukai Sulut, namun wanita yang pernah belajar memasak pada Chef Ewald Notter and Colette Petersmengaku mengaku sedih.  Pasalnya, setiap berkunjung ke Bumi Nyiur Melambai, ia tak mempunyai waktu panjang untuk menikmati tempat-tempat wisata. "Manado sangat indah.Tapi sampai sekarang saya belum pernah ke Bunaken. Saya penasaran sekali ingin ke Bunaken, tapi sore sudah pulang kembali," ujarnya.

Di akhir pembicaraan, Farah Quiin juga sempat menceritakan bahwa kunci kesuksesan membuat aneka menu masakan itu ditentukan oleh kelengkapan bahan dan alat-alat untuk memasak. "Kalau ditanya apakah pernah gagal saat memasak menu makanan, saya pikir semuanya tergantung equipment dan bahan-bahan untuk resep tersebut. Jika bahan tidak lengkap, dan alat- alat penunjang masak kurang, tentu akan mempengaruhi hasil," ujarnya. (aro)

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters featured article: A 'Malign Intellectual Subculture' - George Monbiot Smears Chomsky, Herman, Peterson, Pilger And Media Lens.

Agar Masakan Nusantara Mendunia - Vivanews

Posted: 21 Sep 2011 08:46 PM PDT

rendang kambing (inmagine)

VIVAnews - Kita boleh bangga mendengar penobatan rendang dan nasi goreng sebagai makanan terlezat di dunia versi CNN. Namun, jangan terlena. Momentum ini harus menjadi senjata untuk memopulerkan ragam masakan nusantara lainnya.

Rendang dan nasi goreng hanya bagian dari kekayaan kuliner nusantara yang melimpah. "Menyenangkan mendengar rendang menjadi makanan yang paling disukai, tapi makanan dari daerah lain bagaimana?" ujar pakar budaya Prof Dr Edi Sedyawati usai seminar 'Mencermati Kuliner Nusantara sebagai Cerminan Kekayaan Budaya Bangsa' di Universitas Indonesia.

Menurutnya, masyarakat Indonesia harus semakin gencar mengadakan acara-acara kuliner seperti festival atau bazar makanan Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri.

Tak hanya itu, kajian-kajian terkait kuliner, pengembangan bisnis di bidang boga, inovasi resep, usaha-usaha yang sinergis dari berbagai pihak, serta membudayakan masakan nusantara harus dilakukan untuk dapat bertahan di tengah 'gempuran' kuliner asing.

Mungkin tidak semua masyarakat Indonesia mengetahui seluruh masakan nusantara. Bahkan ada saja orang yang hanya mengetahui makanan-makanan ikonik dari kota-kota besar di Indonesia. Karena itulah, kajian-kajian dan identifikasi terkait kuliner di seluruh Indonesia penting dilakukan.

"Masakan Indonesia itu kaya, satu masakan saja bisa terdapat beberapa jenis berbeda di daerah lain. Karena itulah perlu adanya identifikasi dan klasifikasi makanan Indonesia. Ini penting untuk mempromosikannya," paparnya.

Selain sebagai langkah mempromosikan kuliner Indonesia, hal tersebut juga dinilai sebagai langkah awal untuk membudayakan masakan tradisional Indonesia. Di tengah gempuran restoran asing, semakin banyak anak muda Indonesia melupakan masakan tradisional Indonesia.

"Karena itu penting untuk mendidik dan memperkenalkan anak kita akan masakan Indonesia. Jangan sampai mereka tidak suka atau tidak tahu karena terlalu sering mengonsumsi masakan-masakan asing," ia menambahkan.

Namun sayang, kerumitan dalam memasak resep-resep masakan Indonesia menghalangi anak muda untuk belajar memasaknya. Mereka justru lebih senang memasak resep-resep praktis yang tidak menggunakan banyak bumbu.

Untuk mengatasi masalah ini, Edi Sedyawati mengatakan bahwa inovasi dalam resep makanan penting untuk dilakukan. Misalnya, dengan mengemas bumbu-bumbu agar mudah untuk diolah. "Mungkin nanti bumbu rendang bisa dibuat secara instan. Lalu dicampurkan ke dalam daging dengan porsi air tertentu. jadi dibuat sepraktis mungkin," ujarnya.

Tak hanya itu inovasi dalam penggunaan bahan makanan juga sama pentingnya. Melihat fakta bahwa semakin banyaknya bahan pangan impor yang masuk, memojokkan produk pangan Indonesia. Bahkan kampanye penggunaan produk pangan impor semakin gencar dilakukan.

"Lidah kita sekarang terjajah. Mereka berusaha mencapai lidah kita dengan menciptakan rasa-rasa yang familiar. Ini kapitalisme dalam makanan," ujar sejarawan JJ Rizal, ditemui dalam kesempatan yang sama.

Itu merujuk pada popularitas produk-produk yang tidak diproduksi di tanah air. Semakin banyak produk pangan impor yang menggantikan produk pangan dalam negeri sebagai bahan dasar pembuatan masakan tradisional. "Kenapa tidak menggantinya dengan singkong, ubi jalar, atau produk-produk lain yang dapat diproduksi di Indonesia," Edi Sedyawati menambahkan.

Menurutnya, harus ada gerakan sinergis yang dilakukan antara pemerintah, pembisnis, dan petani. Memang standar mutu produk pangan Indonesia masih menjadi penghalang. Tetapi, mempromosikan resep Indonesia yang menggunakan produk pangan dalam negeri bisa menjadi pilihan pintar untuk semakin mendorong mutu pangan.

Dan, ini menjadi tugas bangsa Indonesia selanjutnya. Selain mempromosikan seluruh kuliner, tetapi juga mempromosikan produk pangan Indonesia. (eh)

• VIVAnews

Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

' ); $.ajax({ type: "POST", url: "/comment/load/", data: "valIndex=" + a + "&articleId=" + b + "&defaultValue=" + c, success: function(msg){ $("#loadkomen").html(msg); //$(".balasan").hide(); } }) }

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters featured article: A 'Malign Intellectual Subculture' - George Monbiot Smears Chomsky, Herman, Peterson, Pilger And Media Lens.

Diposting oleh Rakhma di 15.55  

0 komentar:

Posting Komentar